Minggu, 13 Mei 2012

kurikulum Pendidikan di Abad ke-21



A. Kebutuhan Pendidikan di Abad ke-21
1.  Profil Lulusan Pendidikan di Abad ke-21
a.  Empat Pilar Pendidikan
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran yaitu :
1).   Learning to know
Pilar ini merupakan kunci pendidikan sepanjang hayat dan menjadi dasar belajar sepanjang hayat. Learning to know juga berarti learning to learn, belajar untuk memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya.
2)    Learning to do
Pilar ke dua ini secara umum membuat penguasaan kompetensi yang memungkinkan sesorang dapat hidup dalam berbagai keadaan yang berhubungan dengan situasi yang berbeda-beda, belajar bekerja, bekerja sama dalam tim, dan belajar menghadapi berbagai situasi yang sering tidak terduga.
3)   Learning to be
Pilar ketiga, yaitu belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri dengan kepribadian yang memiliki timbangan (judgment) yang dikombinasikan dengan tanggungjawab pribadi untuk mencapai tujuan bersama.
4)   Learning to live together
Pilar ini dianggap sebagai landasan pendidikan dari ketiga pilar yang lain dengan pengembangan pemahaman dan apresiasi tentang orang lain dan sejarahnya, tradisi dan nilai-nilai spiritual, dan mendasarkan pada semangat baru untuk mengapresiasi dan mengamalkan kondisi saling ketergantungan, keanekaragaman, saling memahami dan memecahkan konflik dengan cara damai.
(Asep Herry, 2008:6.7)
b.  Kompetensi Lulusan Sekolah Dasar
Pandangan tentang empat pilar pendidikan yang ditawarkan UESCO tersebut memastikan peran pendidikan dalam memasuki abad ke-21 yang perlu ditumbuhkan melalui budaya sekolah, baik melalui individu, kelompok, dan lembaga yang terlibat dalam pendidikan tersebut. Dengan memperhatikan empat pilar pendidikan tersebut, berbagai kelemahan yang berkembang di masyarakat, dan dengan mempertimbangkan akar budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, maka sekolah dasar di Indonesia seharusnya dikembangkan untuk membantu siswanya menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupannya di masa depan, yaitu:
1).   Kompetensi Keagamaan
Kompetensi ini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan keagamaan yang diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi manusia dalam kehidupannya sehari-hari sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2).   Kompetensi Akademik
Kompetensi akademik meliputi pengetahuan,sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa sekolah dasar. Termasuk keterampilan belajar dan kemampuan mengakses informasi untuk dapat terus belajar sepanjang hayat, sesuai dengan prinsip pendidikan seumur hidup.



3)    Kompetensi Ekonomik
Kompetensi ini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat ememnuhi kebutuhan ekonomi agar siswa sekolah dasar dapat hidup layak di masyarakat.
4)    Kompetensi Sosial Pribadi
Kompetensi ini meliputi pengetahuan, sikap, dan keetrampilan yang diperlukan untuk dapat hidup apdaptif sebagai warga negara dan warga masyarakat internasional yang demokratis.

Menurut H. Basyuni Suriamiharja (1994:11), pada tamatan pendidikan progam enam tahun (SD) adalah pengetahuan, nilai dan sikap, kemampuan melaksanakan tugas atau mempunyai kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah perlu dipelajari serta mempunyai kemampuan dasar baca,tulis, dan hitung untuk melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

2.  Format-format pendidikan yang Mungkin Tersedia di Abad ke-21
a. Cyber (E-Learning)
Kemajuan teknologi informasi banyak membawa dampak positif bagi kemajuan dunia pendidikan dewasa ini. Khususnya teknologi komputer dan internet, baik dalam hal perangkat keras maupun perangkat lunak, memberikan banyak tawaran dan pilihan bagi dunia pendidikan untuk menunjang proses pembelajaran para peserta didik. Keunggulan yang ditawarkan bukan saja terletak pada faktor kecepatan untuk mendapatkan informasi, namun juga fasilitas multimedia yang dapat membuat belajar lebih menarik, visual, dan interaktif. Sejalan dengan perkembangan teknologi internet, banyak kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi ini.
Cyber atau Electronic Learning (E-Learning) pada hakikatnya adalah belajar atau pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi komputer dan/atau internet. Teknologi belajar seperti itu bias juga disebut sebagai belajar atau pembelajaran berbasis web (Web Based Instruction). Beberapa pandangan yang mengarah pada definisi E-Learning dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)       E-Learning adalah konvergensi antara belajar dan internet (Bank of America Securities).E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja, terutama dapat terjadi dalam teknologi internet, tetapi juga dapat terjadi dalam jalinan kerja satelit dan oemuasan digital untuk keperluan pembelajaran (Ellif Tronsen)
2)      E-Learning adalah menggunakan jalinan kerja teknologi untuk mendesain, mengirim, memilih, mengorganisasikan pembelajaran (Elliot Masie).
3)      E-Learning adalah pembelajaran yang dapat terjadi di internet (Cisco System).
4)      E-Learning adalah dinamik, beroperasi pada waktu yang nyata, kolaborasi, individu, komprehensif (Greg Priest)
5)      E-Learning adalah pengiriman sesuatu melalui media elektronik termasuk internet, intranet, extranet, satelit broadcast, audio/video tape, televisi interaktif, dan CD-ROM (Cornelia Weagen).
6)      E-Learning adalah keseluruhan variasi internet dan teknologi web untuk membuat, mengirim, dan memfasilitasi pembelajaran (Robert Peterson dan Piper Jafray).
7)      E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja untuk pembelajaran di mana pun dan kapan pun (Arista Knowledge System).
(asep Herry, 2008:6.12)
b. Open dan Distance Learning
Pembelajaran jarak jauh (distance learning) merupakan model belajar di mana guru dan siswa tidak berada dalam suatu tempat dan waktu yang sama serta tidak bertatap muka secara fisik/langsung, namun demikian di antara mereka ada komunikasi dua arah yang dilakukan dengan berbagai cara dan bantuan dari teknologi komunikasi dan informasi. Model belajar seperti ini merupakan pengembangan dari konsep pendidikan jarak jauh (distance education) atau sering juga dipakai istilah pendidikan/belajar terbuka (open education/learning), sekolah korespondensi (correspondence school), belajar fleksibel (flexible learning), dan kelas/sekolah maya (virtual classroom/school).
Belajar jarak jauh berorientasi kepada siswa, berbeda dengan sistem konvesional yang lebih berfokus kepada guru atau lembaga penyelenggara pendidikan. Kewenangan untuk untuk menentukan waktu, tempat, maupun kecepatan belajar lebih banyak ditentukan oleh siswa. Fungsi guru bergeser bukan lagi sebagai sumber belajar yang utama yang harus menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa, tetapi lebih sebagai pengelola kelas dan fasilitator. Proses belajar lebih bersifat individual dan menuntut siswa untuk belajar secara aktif dengan menggunakan bahan belajar mandiri, baik cetak maupun non cetak.
c. Quantum Learning
Quantum Learning dikembangkan oleh Bobbi DePorter (1992) yang beranggapan bahwa metode belajar ini sesuai dengan cara kerja otak manusia dan cara belajar manusia pada umumnya. Dengan model SuperCamp yang dikembangkan bersama kawan-kawannya pada awal 1980-an, prinsip-prinsip dan metode Quantum Learning menemukan bentuknya. Dalam SuperCamp tersebut, kurikulum dikembangkan secara harmonis dan berisi kombinasi dari tiga unsur, yaitu keterampilan akademis (academic skills), prestasi atau tantangan fisik (physical challenges), dan keterampilan dalam hidup (life skills). Kurikulum didasarkan pada filsafat dasar bahwa belajar itu dapat dan harus menyenangkan. Adapun keuntungan atau manfaat dari metode Quantum Learning ini selain terbukti efektif untuk semua usia, juga menumbuhkan:
1)   Sikap positif (positive attitude)
2)   Motivasi (motivation)
3)   Keterampilan belajar sepanjang hayat (lifelong learning skills)
4)   Kepercayaan diri (confidence)
5)   Kesuksesan (success)
Menurut Georgi Lozanov, pada prinsipnya sugesti itu dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar. Teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif dalam belajar di antaranya yaitu mendudukkan siswa secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi siswa, menggunakan poster-poster dalam menyampaikan suatu informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih. Metode Quantum Learning ini menjadi awal munculnya metode Quantum Teaching yang dapat melejitkan kemampuan guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Quantum Teaching ini menawarkan tentang cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak dari usaha pembelajaran melalui penciptaan lingkungan belajar yang efektif untuk memudahkan proses belajar. Asas utama dari Quantum Teaching, yaitu “bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka” maksudnya bahwa langkah pertama yang harus dilakukan olehseorang guru yaitu memasuki dunia anak untuk mengetahui minat, bakat, kemampuan. Setelah itu barulah seorang guru mengantarkan atau menyajikan materi pelajaran.
d. Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil yang dapat menumbuhkan kerja sama secara maksimal dan masing-masing siswa belajar satu dengan yang lainnya. Dalam kelompok pembelajaran kooperatif, para siswa mempunyai dua tanggunga jawab yaitu belajar konten yang telah dirancang, dan menjadikan semua anggota kelompok bekerja sama. Dalam pembelajaran kooperatif ini harus ditunjukkan empat hal yaitu cooperative behavior (perilaku kerja sama antar anggota kelompok), incentive structure (memberikan suatu insentif kepada semua orang dalam kelompoknya), cooperative task structure (terjadinya saling membantu dan kerja sama antara yang kuat dan yang lemah dalam suatu kelompok, dan cooperative motives (mengembangkan motif atau budaya kerja sama yang baik).
Memperhatikan beberapa hal yang telah dikemukakan, maka pada hakikatnya cooperative learning itu merupakan sistem pembelajaran yang memegang teguh filosofi maju bersama dalam suasana kompetitif untuk format cooperative learning sangat diperlukan, terutama untuk menunjang pilar to live together.
e. Society-Technology-Science (STS)
Pendekatan STS ini merupakan pendekatan baru dalam pembelajaran IPA dan IPS di sekolah dasar. Dalam pembelajaran IPA, istilah STS merupakan akronim Society Technology Science. Secara filosofis konsep STS tersebut didasari oleh suatu pandangan dengan kehidupan masyarakat, begitu pula sebaliknya. STS merupakan gerakan interdisipliner yang relatif baru yang dikembangkan untuk mengintegrasikan permasalahan-permasalahan dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat. Asumsi yang mendasari munculnya STS baik dalam IPA maupun IPS, yaitu keterkaitan antara sains, teknologi, dan masalah sosial.
Dalam pelaksanaannya, dilakukan dengan cara mengaitkan kegiatan pembelajaran dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pengaitan tersebut lebih bermakna belajar sains dalam konteks kehidupan manusia.
f. Accelerated Learning
Accelerated learning (belajar akselerasi) adalah suatu kemampuan menyerap dan memahami informasi baru secara cepat serta mempertahankan informasi tersebut. Menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nichol (2002), kemampuan seperti ini diperlukan untuk menguasai kecepatan dalam suatu perubahan yang terjadi. Penguasaan metode belajar akselerasi dapat meningkatkan kemampuan belajar secara lebih efektif. Dalam belajar akselerasi ini sangat dipentingkan konsep learning how to learn (belajar bagaimana belajar) maksudnya adalah belajar yang tujuannya untuk menguasai bagaimana cara/teknik mempelajari sesuatu, bukan belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan atau keterampilan tertentu. Ilmu pengetahuan itu mengalami eksplosi atau berkembang dengan sangat cepat, oleh karena itu tidak bisa diajarkan satu per satu oleh para guru karena membutuhkan waktu yang lama. Dengan demikian, yang dibutuhkan adalah siswa menguasai cara mempelajari ilmu pengetahuan tersebut sehingga ia bias belajar sendiri tanpa banyak bergantung kepada guru atau yang lainnya.


B. Model Kurikulum Untuk Abad ke-21
1.  Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompotensi) didik, berupa pengusaan terhadap seperangkat kompotensi tertentu. Kurikulum ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Model kurikulum ini dibutuhkan di abad ke-21 karena dengan harapan akan mampu membekali para siswa dalam menghadapi tantangan hidupnya di kemudian hari secara mandiri, cerdas kritis, rasional, dan kreatif. Kompetensi-kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut diarahkan memberi bekal keterampilan bertahan hidup di era globalisasi yang penuh dengan perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.




2.  Model Kurikulum Berbasis Masyarakat
Kurikulum berbasis masyarakat merupakan kurikulum yang menekankan perpaduan antara sekolah dan masyarakat guna mencapai tujuan pengajaran. Kurikulum ini pula memiliki tujuan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk akrab dengan lingkungan dimana mereka tinggal, mandiri dan bekal keterampilan. Karakteristik kurikulum berpusat kepada masyarakat ditinjau dari segi pembelajaran baik berorientasi, metode, sumber belajar, strategi pengajaran berpusat pada kepentingan siswa sebagai bekal hidup di masa mendatang. Karakteristik lain dari materi pembelajaran sesuai tuntutan kewilayahan maka disebut juga kurikulum berbasis kewilayahan. Sedangkan kegiatan guru hanyalah sebagai fasilitator belajar dan siswa untuk aktif, kreatif untuk memecahkan permasalahan. Sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut.
Model pengajaran yang berpusat pada masyarakat adalah suatu bentuk kurikulum yang memadukan antara sekolah dan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat atau membawa masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamalik (2005) dalam  merinci karakteristik kurikulum berbasis pada masyarakat meliputi:
a.       Pembelajaran berorientasi pada masyarakat, di masyarakat dengan kegiatan belajar bersumber pada buku teks.
b.      Disiplin kelas berdasarkan tanggung jawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan.
c.       Metode mengajar terutama dititikberatkan pada pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok.
d.      Bentuk hubungan atau kerja sama sekolah dan masyarakat adalah mempelajari sumber-sumber masyarakat, menggunakan sumber-sumber tersebut, dan memperbaiki masyarakat tersebut.
e.       Strategi pembelajaran meliputi karya wisata, manusia (nara sumber), survei masyarakat, berkemah, kerja lapangan, pengabdian masyarakat, kuliah kerja nyata, proyek perbaikan masyarakat dan sekolah pusat masyarakat.

3.    Model Kurikulum Konstruktivis
Model kurikulum ini dilatar belakangi oleh munculnya filsafat pengetahuanyang banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan (terutama sains dan matematika), yaitu filsafat konstruktivisme. Aliran ini menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman,dan lingkungannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Dalam filsafat konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lainnya, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang.
Para penganut konstruktivisme menganggap bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realita). Melainkan pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Kurikulum yang bercorak konstruktivistik memandang kurikulum itu tidak bisa dilepaskan dari siswa yang belajar, lingkungan tempat dia belajar, kultur/kebudayaan, pengetahuan, kebiasaan. Kurikulum harus ditekankan dalam kerangka yang sangat luas yang menyangkut konteks historis, ekonomi, politik, orang tua, administrator, dan guru (Tobin,1994 dalam Asep Herry,2008:6.31).
Menurut teori konstruktivistik, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya, mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajar. Sedangkan guru harus mampu menciptakan berbagai situasi dan metode untuk mebantu siswa dalam belajar. Seorang guru harus berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Model kurikulum yang bercorak konstruktivistik dalam pelaksanaannya menerapkan beberapa prinsip sebagaimana dikemukakan oleh Cunningham,Duffy, dan Knuth dalam (Asep Herry,2008:6.32), yaitu sebagai berikut:
a.    Mengembangkan pengalaman melalaui proses konstruksi pengetahuan. Prinsip ini menghendaki agar siswa dilibatkan dalam menentukan topic/subtopic mata pelajaran yang mereka pelajari, metode belajar, dan strategi pemecahan masalah.
b.    Mengembangkan pegalaman belajar yang memungkinkan apresiasi dan kaya akan berbagai alternativ.
c.    Mengintegrasikan proses belajar dengan pengalaman yang nyata dan relevan. Untuk itu desain kurikulum harus memasukkan konteks yang nyata sebagai tugas belajar.
d.   Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka sendiri. Hal ini merupakan inti dari pembelajaran konstruktivistik. Oleh karena itu, fungsi guru adalah sebagai konsultan untuk menolong siswa dalam kerangka pencapaian tujuan.
e.    Menanamkan belajar melalui pengalaman bersosialisasi.
f.     Mendorong penggunaan berbagai bentuk representasi.
Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan. Kunci hasil belajar konstruktivistik adalah “mengetahui begaimana kita tau”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar